Masalah Pekerjaan Dan Mental Bisa Berpotensi Berbahaya

Pekerjaan berdampak buruk untuk kesehatan mental seseorang. Oke, itu mungkin belum tentu benar. Namun, ada situasi serta kejadian tertentu di tempat kerja yang bisa membuat kesehatan mental seseorang stres. Peristiwa ini bisa menjadi lebih buruk ketika karyawan tersebut telah menderita semacam penyakit mental. Tidak jarang orang dengan gangguan psikologis ringan menyembunyikan penyakitnya.
Hal ini karena ketakutan dan kecemasan yang mereka rasakan sebab kemungkinan mereka akan kehilangan pekerjaan karena masalah mereka. Masalah kesehatan mental juga cenderung disalah pahami karena mudah dikenali. Hal ini menyebabkan pimpinan mengabaikan tanda-tanda halus bahwa sekretaris mereka mempunyai gangguan kecemasan atau bahwa pria yang bekerja lembur pada akhir pekan memiliki gangguan identitas disosiatif.
Masalah inti di sini terletak pada kesalah pahaman yang dimiliki orang mengenai kesehatan mental. Kebanyakan orang memandang memiliki kesehatan mental yang baik sebagai orang yang ramah dan pekerja yang baik. Persepsi juga mencakup sifat-sifat seperti ekstrovert secara sosial serta memiliki moral yang baik. Namun, kualitas-kualitas ini mungkin ada juga bisa hadir pada seseorang yang mempunyai kondisi kesehatan mental.
Kesalah pahaman secara umum bahwa mereka dengan kesehatan mental yang terganggu adalah pembunuh berantai dan psikopat menyebabkan kebanyakan orang hanya menyangkal bahwa beberapa karyawan mereka memiliki masalah. Penolakan ini bahkan bisa meluas ke karyawan yang bersangkutan, membuatnya tidak mampu mengenali masalahnya serta mencari perawatan yang tepat. Masalah lain terletak pada kenyataan bahwa orang cenderung berpikir bahwa masalahnya hanya akan hilang.
Gagasan umum di antara pengusaha dan karyawan yaitu bahwa masalah dengan kesehatan mental akan memudar pada waktunya. Namun, penyakit mental adalah masalah jangka panjang yang memerlukan perawatan. Itu bukan perubahan suasana hati atau fase emosional yang pada akhirnya akan memberi jalan pada keadaan pikiran normal seseorang. Kesalah pahaman ini bisa mengakibatkan kesehatan mental seseorang yang rusak diabaikan secara efektif untuk waktu yang lama.
Hal ini bisa mengakibatkan masalah menjadi lebih buruk serta mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk bekerja dengan baik. Dalam kasus seperti itu, pemutusan hubungan kerja ditentukan untuk mengatasi masalah, dari pada membantu karyawan mendapatkan perawatan yang layak.
Stigma negatif memiliki gangguan kesehatan mental juga mempersulit karyawan untuk mengakui memilikinya. Bahkan jika karyawan memiliki keterampilan sedemikian rupa sehingga dia tidak tergantikan, sebagian besar perusahaan lebih suka melepaskannya dari pada terus menggunakan risiko.
Keinginan untuk mempertahankan pekerjaan dapat menghasilkan lebih dari sekadar menyembunyikan kondisi mental seseorang. Untuk beberapa kasus, ketakutan dan kecemasan kehilangan pekerjaan dapat memaksa mereka untuk berusaha mengabaikan masalah mereka atau menekannya. Seringkali, situasi ini berakhir dengan buruk dengan masalah yang semakin memburuk dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kasus ekstrem, perilaku semacam ini sudah dikaitkan dengan kekerasan di tempat kerja.
Kaitannya tidak definitif, namun argumen tersebut memang bermanfaat. tidaklah membantu bahwa sebagian besar perusahaan dan bos tidak mempunyai prosedur untuk menangani seorang pekerja yang memiliki beberapa masalah mental kecil. Sebagian besar perusahaan akan menolak mempekerjakan seseorang yang sedang menjalani pengobatan untuk suatu kelainan atau memiliki riwayat penyakit mental.
Atasan akan mengabaikan tanda-tanda tersebut atau tidak bisa benar-benar menafsirkannya apa adanya. Karyawan cenderung secara aktif menyangkal bahwa mereka memiliki masalah, sebab takut diberhentikan. Masalah-masalah ini akan terus berlanjut sampai stigma negatif terhadap penyakit mental diangkat serta perusahaan lebih siap untuk menangani masalah ini.